SATU HIDUP, TIGA SAID
Bediuzaman Said Nursi membagi hidupnya menjadi dua periode besar:
Said Lama, dari kelahirannya di tahun 1877 hingga 1920. Periode ini bertepatan dengan beberapa dasawarsa ter akhir kekaisaran Utsmani hingga Perang Dunia I.
Said Baru 1921-1950. Periode ini bertepatan dengan berdirinya Republik Turki (1923) dengan partai tunggalnya yang berkuasa selama seperempat abad. Periode pengasingan dan pemenjaraan ini menghasilkan tulisan Risalah Nur, mahakarya Nursi yang ditujukan untuk memperkuat dan memperbarui keyakinan beragama.
Kadang-kadang periode ketiga, Said Ketiga (1950-1960), ditambahkan. Masa ini bertepatan dengan sepuluh tahun berkuasanya Partai Demokrat, kala Nursi menunjukkan minat yang lebih besar pada urusan sosial dan politik.
SAID “LAMA”
Kelahiran Nursi
Said Nursi lahir tahun 1877 di desa Nurs Provinsi Bitlis, di sebelah selatan Danau Van di Anatolia timur. Nursi adalah anak keempat dari tujuh bersaudara, 4 laki-laki dan 3 perempuan. Keempat saudara laki-lakinya tumbuh menjadi tokoh agama dengan pengaruh yang berbeda-beda.
Ayah Nursi, Sufi Mirza, memiliki sepetak kecil tanah. Bersama isterinya, Nuriye, mereka dikenal sebagai sosok yang saleh dan teguh pendirian.
Permulaan Studi
Said muda memulai studinya pada usia 9 tahun di bawah arahan saudara tuanya, Abdullah. Selama 5 tahun, karena tidak puas dengan metode pendidikan yang ada, dia berpindah-pindah dari satu madrasah ke madrasah yang lain di kawasan Nurs.
1891-92
Tiga bulan studi intensif di Dogubeyazit di bawah asuhan Syaikh Muhammad Jalali, tapi dengan metodenya sendiri Said berhasil mencapai level yang layak diganjar diploma.
Molla Said muda sekarang mulai berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain, menantang ulama setempat untuk melakukan debat publik. Dia bercita-cita memantapkan reputasinya sebagai cendekiawan agama.
Bitlis dan Van
1893 – 1905
Molla Said menghabiskan dua tahun sebagai tamu Omer Pasya, gubernur Bitlis, di kediamannya, untuk
menjaga kedudukannya di kalangan ulama dan
mendapatkan pengetahuan yang memadai untuk membantah keragu-raguan yang muncul soal Islam terkait kemerosotan dunia Islam. Dia menghafal sekitar 40 teks penting di bidang ilmu pengetahuan Islam.
Tahun 1895
Said pindah ke Van dan, dengan gubernur Van sebagai patronnya, mencurahkan diri untuk:
mempelajari fisika modern, sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh kalangan ulama di kawasan provinsi-provinsi timur,
mendirikan madrasah sendiri tempat dia menerapkan gagasan-gagasannya tentang reformasi pendidikan; dan
menjadikan diri sebagai penengah dalam sengketa suku dan guru agama di kalangan penduduk yang bersuku-suku.
Gagasan Nursi tentang Reformasi Pendidikan dan Pembangunan Anatolia Timur
Nursi memiliki gagasan reformasi sistem pendidikan yang komprehensif dan ‘modern’. Area utama inovasinya meliputi:
Pengajaran gabungan antara ilmu agama dan ilmu sains
Rekonsiliasi antara 3 aliran utama pendidikan, madrasah (diwakili oleh ulama), sekolah sekuler baru, dan tekke sufi. Said berpendapat bahwa ilmu pengetahuan modern haruslah dimasukkan ke dalam kurikulum madrasah, ilmu agama ke dalam kurikulum sekolah sekular, dan ulama terpelajar haruslah berperan dalam pelatihan sufi.
Spesialisasi siswa berdasarkan kemampuannya.
Pendirian universitas, Medresetuz Zehra, dengan cabang di beberapa daerah, tempat gagasan-gagasannya akan diterapkan
Dalam pandangan Said Nursi, penyebaran pendidikan sebagaimana yang divisikannya merupakan faktor penting bagi pembangunan Anatolia timur, sebagai salah satu kawasan paling terbelakang dan miskin dalam kekaisaran Utsmani. Tujuan utamanya adalah memperkuat persatuan dan kemajuan Kekaisaran dan Dunia Islam secara keseluruhan.
Istanbul
Pada akhir tahun 1907 Nursi tiba di Istanbul, ibukota Kekaisaran Utsmani, dengan harapan mendapatkan dukungan resmi untuk proyek-proyeknya. Dia berhasil menyampaikan permohonannya kepada Sultan Abdulhamid II, tetapi langkahnya ini justru membuatnya ditangkap dan dipenjarakan, meski sebentar. Kendati demikian, peristiwa ini memberinya peluang untuk menyuarakan gagasan-gagasannya.
Nursi bersiap memantapkan reputasinya sebagai cendekiawan tak lama setelah dia tiba, dengan menggantung tulisan di pintu kamarnya yang berbunyi “di sini semua pertanyaan dijawab, semua masalah dipecahkan, tetapi tidak ada pertanyaan diajukan”.
Gerakan Konstitusional
23 Juli 1908 – Proklamasi Konstitusi
Bersama mayoritas ulama dan intelektual Istanbul, Nursi menyambut dengan penuh semangat kembalinya konstitusi dan akhir absolutisme Hamidian. Sekarang dia mencurahkan energinya untuk memberi pencerahan kepada masyarakat, terutama masyarakat Kurdi-nya dan para cendekiawan madrasah, tentang makna konstitusionalisme dan mencoba mendapatkan dukungan yang tulus.
Dalam pandangannya, kebebasan dari despotisme dan penggunaan konstitusi dan tatanan hukum merupakan syarat penting kemajuan. Dia menekankan bahwa konstitusi dan hukum berdasar pada Islam dan dideduksi dari syariah.
Nursi juga menyebarluaskan ide-idenya melalui pidato, antara lain “Pidato untuk Kebebasan” yang disampaikannya di Istanbul dan Salonica, dan artikel-artikel surat kabar.
Serikat Muhammad (Ittihad-i Muhammedi Cemiyeti) dan Insiden 31 Maret
Nursi aktif dalam pergerakan Serikat Muhammad, yang bertujuan memperkokoh persatuan antara masyarakat Muslim dan mendorong kemajuan. Pembaruan moral merupakan dasar dari pencapaian tujuan itu.
Setelah pemberontakan militer yang dikenal dengan Insiden 31 Maret, Nursi ditangkap dengan alasan keterlibatannya dalam Serikat Muhammad, meskipun sebenarnya dia berperan sebagai pendamai dalam pergolakan itu. Dia ditahan selama 24 hari dan dibebaskan oleh Mahkamah Militer setelah memberikan pembelaan yang berani (24 Mei 1909).
Nursi menuju ke Timur
Musim semi 1910, Nursi melakukan perjalanan sepanjang pantai Laut Hitam Turki, berhenti di sejumlah pelabuhan besar untuk mengujungi madrasah-madrasah, hingga tiba di Batum dan Tiflis di Georgia. Di sini terjadilah pertemuannya yang terkenal dengan polisi itu…
Musim panas/gugur 1910. Nursi mengunjungi sejumlah suku di kawasan tenggara Anatolia dengan tujuan utama memberi wawasan tentang konstitusionalisme dan pemerintah yang baru (Komite Persatuan dan Kemajuan – CUP), dan mencoba mendapatkan dukungan mereka. Dia juga terus mengajar dan menyebarluaskan gagasannya tentang pendidikan.
Musim dingin/semi 1910-1911. Said Nursi melakukan perjalanan ke selatan, melewati Syiria menuju Damascus, di mana dia menyampaikan khutbah yang terkenal di Masjid Umayyah. Pesan utama khutbahnya, yang berupa ‘obat’ dari ‘apotek’ Al Quran, adalah harapan, pembaruan moral, dan persatuan.
Medresetuz Zehra
Juni 1911
Nursi ikut dalam perjalanan dinas Sultan Resad, sebagai perwakilan Provinsi-provinsi Timur, ke Provinsi Balkan. Dia memanfaatkan kesempatan ini untuk mengungkit janji pemerintah soal bantuan dana pembangunan universitasnya di timur.
1912
Sekembalinya ke timur, Nursi melanjutkan mengajar di madrasahnya di Van, dan, dengan bantuan pemerintah, akhirnya memulai pembangunan Medresetuz Zehra di sebuah lokasi yang indah di tepi Danau Van. Tetapi situasi politik yang terus memburuk dan pecahnya Perang Dunia Pertama menghambat penyelesaikan pembangunan universitas ini.
Perang dan Penahanan
Ketika mobilisasi diumumkan, Nursi bergabung sebagai mufti resimen dan ditempatkan di Medan Timur di Erzurum. Kadang-kadang dia ditunjuk sebagai komandan resimen milisi yang dipimpinnya dengan gagah berani.
Selama di medan tempur, dia melanjutkan menulis tafsir Al Quran Isyarat al- I’jaz (Tanda-tanda Keajaiban), dengan mendikte salah satu muridnya saat di atas punggung kuda atau di parit pertahanan.
Saat Bitlis jatuh pada awal Maret 1916, Nursi ditangkap dan dijebloskan ke kamp tawanan perang di Kosturma, di Sungai Volga, Rusia. Dia meloloskan diri pada awal musim semi 1918 dan melakukan perjalanan kembali ke Istanbul.
Istanbul selama Tahun-tahun Gencatan Senjata
Setelah kembali, Nursi ditugaskan di Daru’l-Hikmeti’l-Islamiye yang baru didirikan, sebuah lembaga terpelajar yang berafiliasi dengan kantor Seyhu’l-Islam. Tujuan lembaga ini adalah menemukan solusi bagi masalah-masalah yang dihadapi Islam dan menanamkan nilai-nilai Islam di masyarakat.
Nursi melawan tentara pendudukan (Inggris dan Prancis) dengan tulisannya, dan berusaha keras menangkal pengaruh mereka yang kuat.
Dia mendukung perjuangan kemerdekaan di Anatolia, dan menerbitkan penolakan atas fatwa Seyhu’l-Islam yang mengecam perjuangan tersebut.
Aktivitas-aktivitas Selanjutnya
Februari 1919
Anggota-pendiri Himpunan Guru-guru Madrasah (Cemiyet-I Muderrisin), yang bertujuan meningkatkan standar pendidikan.
Maret 1920
Anggota-pendiri Perkumpulan Bulan Sabit Hijau (Hilal-i Ahdar Camiyeti), yang bertujuan memerangi penyebaran minuman beralkohol dan zat-zat berbahaya lainnya.
Maret 1920
Menerbitkan artikel surat kabar yang menentang perjanjian antara Armenia dan Kurdi soal otonomi Kurdistan.
1920-1921 Kemunculan “Said Baru”
Kematian dan kehancuran akibat perang, kehilangan sebagian besar muridnya, kejamnya kehidupan di dalam penjara, dan kekalahan Kekaisaran Utsmani dan pendudukan tentara asing semua berperan dalam proses perubahan batin Nursi, yang tanda-tandanya sudah mulai kentara jauh-jauh hari.
Selama proses transformasi ini, di mana Nursi menarik diri sepenuhnya dari kehidupan sosial, Nursi menyadari bahwa dia harus menjadikan Al Quran sebagai pemandu tunggalnya dan membebaskan diri dari pengaruh filsafat. Karakteristik lain dari Said Baru akan tampak jelas di bawah ini.
Sekitar dua tahun sebelum transformasi ini, Nursi menerbitkan tak kurang dari sepuluh karya. Karya-karya lain yang ditulis setelah itu dia kelompokkan sebagai karya Said Baru. Beberapa karya pertamanya sebagai Said Baru meliputi tulisan dalam bahasa Arab yang di kemudian hari dia satukan menjadi al-Mathnawi al- Arabi al-Nuri.
Ankara
Setelah beberapa kali dipanggil oleh pemerintah Ankara, akhirnya Nursi setuju untuk meninggalkan Istanbul dan menuju Ankara. Saat itu bertepatan dengan masa-masa kemenangan Turki dalam perang kemerdekaan (akhir September 1922).
9 November 1922
Nursi mendapatkan sambutan resmi dari Majelis Agung Nasional. Dia aktif di tengah-tengah para deputi, mendorong mereka untuk mematuhi Islam dan semua praktiknya. Dia bertekad membujuk mereka agar menjadikan Islam sebagai landasan pemerintahan, bekerja membangun peradaban yang Islami dan menjadi pusat persatuan Islam.
19 January 1923
Nursi menulis memo yang disebarkannya di kalangan para deputi. Isinya mendesak mereka tentang perkara di atas. Karena aktivitasnya ini, Nursi mendapatkan pertentangan dari beberapa pemimpin. Kendati demikian, mereka ingin memanfaatkan pengaruh Nursi dan membiarkan Nursi bekerja berdampingan dengan mereka. Nursi ditawari sejumlah kedudukan, tetapi dia menolak semua tawaran itu dengan alasan:
Sekarang dia adalah ‘Said Baru’ dan dia menjauhkan diri dari politik dan urusan duniawi.
Dia merasa bahwa, berlawanan dengan gagasannya tentang metode terbaik untuk mencapai kemajuan, para pemimpin baru bertekad mengambil jalur westernisasi dan sekulerisasi, dan bahwa menentang mereka secara politik akan menjadi langkah yang kontraproduktif.
Terlepas dari perbedaan ini, Nursi mendapatkan dukungan Majelis untuk proyek universitasnya di Turki Timur, yaitu Medresetuz Zehra.
2 Februari 1923
Majelis menyodorkan rancangan undang-undang yang mengusulkan agar pemerintah mengalokasikan 150 ribu lira untuk membangun universitas Nursi.
17 April 1923 Nursi meninggalkan Ankara.
“Said Baru”
Van
Nursi mulai mengasingkan diri dan berkonsentrasi pada kehidupan spiritual. Perubahan ini, sebagai salah satu karakteristik Said Baru, terasa sekali oleh semua orang yang mengenalnya.
Februari 1925 Pemberontakan Shaykh Said.
Meskipun dimintai dukungannya untuk pemberontakan melawan pemerintah Ankara, Nursi dengan tegas menolak dan menasihati para pemimpin bahwa tindakan tersebut sia-sia dan berbahaya.
Kendati menentang, dan terus membujuk sejumlah pemimpin suku agar tidak bergabung dengan upaya pemberontakan, Nursi ditangkap bersama para pemimpin suku dan agama dan diasingkan di Anatolia Barat (akhir Maret 1925).
Pengasingan – Burdur
Selama kurang lebih tujuh bulan Nursi tinggal di kota provinsi kecil ini,
Dia memulai ‘ders’ harian, yaitu mengajar, di salah satu masjid kota, berdasarkan metode baru yang merupakan hasil dari pemikiran dan doa bertahun-tahun di Van.
Dia mulai menulis lagi, kemungkinan sebagai bahan dia mengajar, yang kemudian dia gabungkan menjadi Nur’un Ilk Kapisi (Pintu PertamaRisalah Nur).
Pengajarannya yang populer di saat pemerintah mengekang semua aktivitas keagamaan memaksanya berpindah-pindah, pertama ke pusat provinsi Isparta, dan kemudian ke sebuah dusun terpencil bernama Barla.
Barla
Februari 1926
Nursi tiba di Barla. Dia tinggal di sini sampai Juli 1934.
Selama 8½ tahun ini pemerintah melakukan serangkaian tindakan yang dirancang untuk menciptakan ‘revolusi budaya’ dan mengubah Turki menjadi sebuah negara-bangsa ‘modern’ dengan model Barat. Untuk itu semua tanda-tanda Islam yang tampak harus dihilangkan, semua pengajaran keagamaan harus diberangus, dan semua suara yang mengemuka untuk membela Islam dan nilai-nilainya harus dibungkam. Karena Nursi dianggap menentang tujuan di atas, dia dipaksa untuk hidup dalam pengasingan di bawah pengawasan konstan dan semua gerakannya dibatasi dengan sangat ketat.
Risalah Nur
Di tengah situasi sulit yang menghimpitnya, Nursi mulai menulis karya-karyanya sesuai dengan metode baru yang mengulas pelbagai masalah kekinian, terutama pemaksaan filosofi materialis Barat (positivisme). Hampir semua tulisannya menjelaskan dan membuktikan ajaran-ajaran pokok Al Quran yang berhubungan dengan sendi-sendi keimanan, antara lain keberadaan dan keesaan Allah, hari kebangkitan, kehidupan akhirat, dan lain-lain. Tulisan-tulisan ini disambut dengan baik oleh masyarakat setempat, dan mulai menyebar di area itu dan bahkan lebih luas lagi.
1926-1929
Karya-karya yang kemudian dia satukan dengan judul Sozler (Kumpulan Kata)
1929-1932 Mektubat (Kumpulan Surat)
1932-1934
Cahaya Pertama dari Delapan Belas Cahaya (Lem’alar)
Isparta
Juli 1934 – April 1935
Nursi berada dalam pengawasan yang sangat ketat, tetapi dia terus menulis.
27 April 1935
Nursi ditahan bersama beberapa muridnya.
Penjara Eskisehir
Secara keseluruhan, sekitar 120 murid Nursi ditangkap dari beberapa daerah dan bersama-sama Said Nursi dijebloskan ke Penjara Eskisehir. Mereka didakwa menentang reformasi dan menjadi bagian dari sebuah organisasi rahasia. Nursi menghadapi sejumlah tuduhan, antara lain mengeksploitasi agama untuk kepentingan politik, membentuk organisasi yang berpotensi menjadi ancaman bagi ketertiban umum, dan mengajarkan sufisme. Pengadilan memutuskan membebaskan 97 orang dari mereka. Nursi dibebaskan dari semua dakwaan tetapi secara semena-mena divonis 11 bulan karena sebuah risalah yang dia tulis sebelum diberlakukannya undang-undang yang baru.
Selain menulis pembelaannya sendiri dan mengarahkan pembelaan bagi para muridnya, Nursi menulis 7 risalah penting selama menjalani masa hukumannya, di tengah kondisi yang sangat berat.
Kastamonu
Pada bulan Maret 1936 Nursi dibebaskan dan dikirim agar menetap di pusat provinsi Kastamonu di selatan Laut Hitam. Kondisi di sini lebih berat dan lebih terbatas dibanding Barla, tapi Nursi tetap memikat sejumlah murid dan terus menulis.
Nursi menjalin komunikasi dengan banyak muridnya di daerah-daerah lain melalui surat, yang dikirim secara diam-diam oleh ‘para tukang pos Nur’. Surat-suratnya ini dikumpulkan bersama-sama menjadi Kastamonu Lahikasi (Surat-surat Kastamonu).
Nursi menekankan kepada para muridnya bahwa mereka harus menyibukkan diri dengan keyakinan dan pengabdian terhadap agama semata melalui Risalah Nur dan menghindari semua keterlibatan politis.
Al-ayat al-Kubra (Tanda-tanda Agung)
Selama di sini Nursi menulis Al-ayat al-Kubra yang berisikan pengamatan seorang musafir yang mengarungi alam semesta dan menanyakan setiap bagian alam semesta terkait Penciptanya.
Karya ini merupakan contoh sempurna pemikiran reflektif yang menjadi landasan metode penafsiran Al Quran yang dikembangkan Nursi dalam Risalah Nur. Tulisan ini juga menjadi contoh yang baik bagaimana melihat dengan pandangan ‘harf’ dan ‘membaca’ semesta. Tulisan ini memperlihatkan karakteristik Al Quran yang selalu melengkapi, yang berangkat dari atribut tuturan, dan ‘buku alam semesta’ yang berangkat dari Kehendak dan Kekuasaan. Karya ini berisi uraian rinci tentang Al Quran dalam kaitannya dengan alam semesta.
Tulisan ini memadukan kebenaran agama dengan uraian ilmiah tentang fungsi alam semesta (misalnya hujan). Dengan menghadirkan bukti-bukti yang tak terbantahkan tentang keberadaan dan keesaan Tuhan, karya ini secara meyakinkan membalik dasar-dasar filosofi materialis. Bentuknya yang berupa parabel atau alegori membuatnya enak dibaca dan mudah dipahami.
Penjara Denizli
September 1943. Nursi ditangkap dan dibawa melalui Ankara dan Isparta menuju Penjara Denizli di barat daya Anatolia. Sejumlah 126 murid Nur yang diciduk dari seluruh Turki dijebloskan ke penjara ini.
Selama 9 bulan di penjara ini, Nursi menulis ‘Buah-buah Keimanan’. Selain untuk memelihara semangat para muridnya, yang dibuatnya sibuk menyalin tulisan-tulisannya di sembarang sobekan kertas yang dapat mereka temukan, tulisan tersebut juga sangat instrumental dalam mengubah para narapidana lainnya. Bahkan, melalui contoh dan bantuan para murid Nur, banyak sekali narapidana, termasuk penjahat-penjahat besar, yang berubah dan ini menjadi faktor penting dalam pembebasan mereka.
Juni 1944. Nursi dibebaskan dan diperintahkan untuk bermukim di kota kecil, Emirdag, di Turki Barat.
Emirdag
Meskipun tidak ada justifikasi hukum atas penempatan paksa Nursi di Emirdag, dia diperlakukan layaknya tahanan rumah hingga penangkapan masal ketiga atas murid-murid Nur pada bulan Januari 1948.
Sekali lagi Nursi memikat para murid yang membantunya menulis dan menyebarkan Risalah Nur. Penulisan Risalah Nur selesai pada masa ini. Setelah disatukan, untuk pertama kali karya ini digandakan dengan mesin. Hal ini semakin memperlancar penyebaran Risalah Nur.
1947, Nursi menyurati mantan Menteri Dalam Negeri Hilmi Uran untuk memperingatkan bahaya komunisme dan menegaskan bahwa kepatuhan pada Al Quran merupakan satu-satunya cara untuk menghentikan komunisme dan pengaruhnya yang merusak.
Penjara Afyon
Januari 1948 – September 1949
Masa dua puluh bulan yang dijalani Nursi di Penjara Afyon adalah masa kurungan terberat yang pernah dialaminya. Usianya sudah lewat 70 tahun dan fisiknya sangat lemah akibat bertahun-tahun pengucilan dan pemenjaraan. Kendati demikian, seperti biasa, semangatnya tidak pernah padam dan dia berhasil menulis dan menyampaikan pembelaannya, serta mengarahkan pembelaan para muridnya, dan menulis sebuah risalah panjang untuk para muridnya dan narapidana lainnya.
54 murid Nur ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
Tampaknya dakwaan atas Nursi dan murid-muridnya merupakan sebuah kesimpulan yang telah dibuat sebelumnya. Sekali lagi mereka didakwa yang untuk dakwaan yang sama mereka sudah dinyatakan bebas oleh Pengadilan Denizli sekitar 5 tahun sebelumnya.
Setelah dibebaskan pada tanggal 20 September 1949, Nursi menghabiskan 2½ bulan di sebuah rumah sewaan di Afyon sebelum kembali ke Emirdag.
1950 – 1960 Said Ketiga
Emirdag, Ekisehir, Isparta
Nursi menghabiskan sepuluh tahun terakhir hidupnya di ketiga tempat ini, di mana dia mendapatkan banyak murid.
19 Mei 1950
Pemilihan umum. Partai Demokrat mendapatkan kemenangan bersejarah, yang mengakhiri 25 tahun dominasi Partai Rakyat Republik.
14 Juli 1950
Pengampunan umum dideklarasikan, yang akhirnya juga diterima oleh Nursi.
Tekad nyata Partai Demokrat untuk melawan komunisme, dan memberi kebebasan beragama yang lebih luas, membuat Nursi mengikuti perkembangan politik dengan lebih dekat, dan memberi masukan kepada pemerintah dan Perdana Menteri Menderes. Karena alasan inilah periode ini dikenal dengan sebutan periode Said Ketiga – selama hampir 30 tahun dia menghindari apa pun yang mengarah ke politik. Dia tidak mengizinkan murid-muridnya terlibat langsung dalam politik.
Pengadilan ‘Panduan bagi Generasi Muda’ – Istanbul
Januari 1952
Nursi dipanggil ke Istanbul untuk menghadiri persidangan yang digelar terhadap dirinya sehubungan dengan pencetakan karyanya di Istanbul, Panduan bagi Generasi Muda. Itulah kunjungan pertamanya ke Istanbul setelah 27 tahun.
5 Maret 1952
Pengadilan memutuskan dengan suara bulat untuk membebaskan Nursi dari semua dakwaan. Selama kunjungannya ini, dia dikunjungi oleh ratusan kenalan dan khalayak yang mendoakan keselamatannya.
Istanbul (1953) – Isparta
April 1953. Nursi kembali ke Istanbul untuk kasus pengadilan lagi. Kali ini dia tinggal selama 3 bulan.
Nursi melakukan kunjungan kehormatan ke kepala rumah tangga gereja ortodoks Yunani di Istanbul. Kemungkinan kunjungan ini adalah untuk menunjukkan keyakinan Nursi bahwa orang-orang yang beriman terhadap wahyu Ilahi harus menyatukan kekuatan untuk melawan atheisme yang agresif.
Juli 1953. Nursi menyewa sebuah rumah di Isparta, dan sekarang dia tinggal dengan sekelompok kecil murid yang diajarinya Risalah Nur dan karya-karyanya.
Februari 1955. Pakta Baghdad. Nursi menulis surat ucapan selamat kepada Perdana Menteri dan Presiden, yang memuji kesepakatan Pakta Baghdad sebagai sebuah langkah maju untuk membangun kembali hubungan dengan dunia Islam serta menciptakan perdamaian di kawasan itu.
Juni 1956. Risalah Nur akhirnya disetujui oleh Pengadilan Afyon dan mulai saat itu, dengan seizin Nursi, murid-muridnya di Istanbul dan Ankara mulai mencetak Risalah Nur dalam huruf Latin.
Penerbitan Risalah Nur yang meningkat pesat itu memicu perluasan gerakan Nur dan ‘dershane’ (Pusat Studi Risalah Nur) dibuka di seluruh Turki.
Desember 1959 – Januari 1960. Menjelang akhir hidupnya, Nursi melakukan serangkaian perjalanan ke Ankara, Konya, dan Istanbul, untuk mengujungi murid-muridnya.
Wafat dan Pemakaman Said Nursi
20 Maret 1960. Nursi meninggalkan Isparta menggunakan mobil bersama tiga muridnya. Dia sakit parah.
21 Maret 1960. Mereka tiba di Urfa. Massa dalam jumlah sangat besar mencoba mengunjungi Nursi di hotel tempatnya tinggal. Pemerintah memerintahkan Nursi kembali ke Isparta, tetapi kondisinya sangat buruk untuk dipindakan.
23 Maret 1960. Nursi meninggal dunia pada dini hari sebelum subuh.
24 Maret 1960. Nursi dimakamkan di sebuah pemakaman di dekat tempat peristirahatan Nabi Ibrahim. Peninggalan duniawinya hanyalah sebuah jubah, sebuah arloji, dan beberapa barang tidak berharga, tetapi pengikutnya sekarang mencapai ratusan ribu orang.
27 Mei 1960
Kudeta militer menggulingkan pemerintah Demokrat.
12 Juli 1960
Atas perintah junta militer, makam Nursi dihancurkan dan jasadnya dipindahkan dengan pesawat terbang ke sebuah tempat yang tidak diketahui. Di tempat itulah Nursi dikebumikan ulang.
Setelah Nursi meninggal, Gerakan Nursi berkembang pesat di Turki. Pada tahun 1980-an Risalah Nur mulai diterjemahkan dalam Bahasa Arab dan Inggris. Sampai sekarang sebagian Risalah Nur diterjemahkan dalam 40 bahasa termasuk Bahasa Indonesia.