cover lamaatMengakurkan Hati dan Pikiran untuk Memaknai Titah Tuhan.

Judul                           : AL-LAMA’AT; Membumikan Inspirasi Ilahi
Penulis                         : Badiuzzaman Said Nursi
Penerbit                       : Risalah Nur Press
Cetakan                       : I, April 2014
Peresensi                     : Labib Syauqi Akifahadi*

Bediuzzaman Said Nursi (1877 – 1960 M.) adalah seorang tokoh dan pemikir Turki yang produktif dalam menghasilkan karya semasa hidupnya. Terbukti dengan karya-karya yang telah beliau hasilkan dan sebarluaskan. Masterpiece karyanya kemudian diberi nama Risâlah al-Nûr. Beliau adalah seorang ulama yang sangat berpengaruh bagi Turki di abad 21 ini, jaringan dan persatuan murid-muridnya dan juga para pembaca kitabnya sangat kuat di Turki, bahkan mulai merambah dan berkembang di berbagai negara lain termasuk di Indonesia. Sedikit penjelasan tentang kitabnya Risâlah al-Nûr saya kira sangat signifikan, karena Al-Lama’at yang ada di tangan kita merupakan satu bagian dari karyanya Risâlah al-Nûr tersebut.

Risâlah al-Nûr atau dikenal juga dengan “Kulliyatu al-Rasâ’ili al-Nûr” adalah kumpulan kitab tafsir yang ditulis oleh Said Nursi dengan berbagai tema dan pembahasan. Adapun yang dimaksud Risâlah al-Nûr adalah kumpulan tulisan Said Nursi secara keseluruhan, yang kemudian oleh Ihsân Qâsim al-Sâlihî diterjemahkan kedalam bahasa Arab dan dicetak kedalam 10 jilid besar. Risâlah al-Nûr adalah karya monumental Said Nursi yang ditulisnya dengan tulisan tangan bersama murid-muridnya yang tebalnya mencapai kurang lebih 6000 halaman, buku itu ditulis selama hidupnya kurang lebih selama 80 tahun.

Karya Bediuzzaman Said Nursi Risâlah al-Nûr ini terdiri dari empat bagian besar, yaitu al-Kalimât yang terdiri dari 33 risalah (surat), kemudian al-Maktûbât yang terdiri 33 risalah, kemudian al-Lama’ât ( yang ada pada tangan kita sekarang ) yang terdiri dari 33 risalah juga, dan al-Syu’â’ât yang terdiri dari 15 risalah. Karya al-Maktûbât hakikatnya adalah merupakan risalah ke 33 dari karya al-Kalimât, yang kemudian disusun tersendiri menjadi 33 risalah lagi. Kemudian karya al-Lama’ât hakikatnya merupakan risalah ke 31 dari kitab al-Maktûbât yang disusun tersendiri menjadi 33 risalah. Selanjutnya al-Syu’â’ât hakikatnya adalah risalah ke 31 dari kitab al-Lama’ât, yang disusun tersendiri menjadi 15 risalah.

Adapun kitab Isyârât al-I’jâz merupakan risalah ke 30 dari kitab al-Maktûbât yang diberi judul tersendiri, begitu juga kitab al-Matsnâwî al-‘Arabî al-Nûrî merupakan risalah ke 33 dari kitab al-Lama’ât yang diberi judul tersendiri, sedangkan kitab al-Malâhiq adalah risalah ke 27 dari kitab al-Maktûbât. Sedangkan risalah ke 32 dari kitab al-Maktûbât dan al-Lama’ât diberi nama dengan al-Lawâmi’, yang berisikan tentang kumpulan kata-kata puitis mengenai keimanan dan ketauhidan oleh para murid Said Nursi (Tullâb al-Nûr). Kemudian risalah ke 15 dari kitab al-Lama’ât merupakan daftar isi keseluruhan dari Risâlah al-Nûr, sedangkan risalah ke 10 dari kitab al-Syu’â’ât berisikan daftar isi kitab al-Syu’â’ât saja.

Keterangan di atas kami rasa perlu diketahui, karena ketika anda membaca buku al-Lama’ât ini, ataupun buku-buku karya Said Nursi yang lainnya yang tergabung dalam karyanya Risâlah al-Nûr, maka tidak jarang anda akan menjumpai beberapa keterangan yang saling berkaitan dengan karya-karya beliau yang lainnya dalam Risâlah al-Nûr.

Buku al-Lama’ât ini kebanyakan bukan ditulis langsung oleh Said Nursi, akan tetapi para muridnya yang menulis dan membukukannya dalam sebuah catatan ketika para muridnya mengikuti pengajian (sohbet/ders) dengan Said Nursi. Para muridnya mencatat kemudian diberikan kepada Said Nursi untuk dikoreksi dan baru kemudian membukukannya. Maka dalam gaya bahasa dan penulisan yang kita jumpai dalam buku al-Lama’ât ini adalah seperti kita sedang berhadapan dan berdialog dengan pengarang.

Tak jarang pula, pejelasan beliau seperti berdialog dengan metode tanya jawab yang mengalir menjadi sebuah penjelasan atas tema yang mendalam, sambil terkadang memberikan contoh dengan menyebutkan nama muridnya ataupun kejadian yang dialaminya. Gaya penulisan yang interaktif ini, seakan memberikan empati dan menarik kedekatan pembaca untuk lebih mudah memahami dan berinteraksi dengan buku ini, bahkan tak jarang ketika membaca buku ini, seseorang seperti disuguhkan sebuah buku cerita yang menarik serta enak dibaca, akan tetapi penuh dengan bobot keilmuwan mumpuni serta mutiara hikmah yang tiada tara di dalamnya.

Dalam paparaannya Said Nursi selalu menggunakan penjelasan dengan contoh-contoh yang dekat dengan kehidupan serta alam semesta dan disertai dengan logika berpikir sederhana sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya, beliau membuktikan bahwa untuk menjelaskan dan memahami suatu pembahasan dan permasalahan agama yang kadang dianggap rumit, tidak harus degan penjelasan yang njlimet pula, akan tetapi dengan menggunakan pendekatan dan logika yang mudah dipaham oleh pembaca. Dalam penjelasannya, beliau ingin mengakurkan hati dan pikiran untuk memudahkan kita memahami dan meresapi setiap ajaran agama yang kita jalani.

Pada suatu ketika dikisahkan bahwa seorang sekretaris Inggris untuk negara-negara jajahan mengungkapkan dalam suatu surat kabar yang kemudian sampai kepada Nursi yang isinya menerangkan bahwa, selama kaum muslimin memiliki al-Qur’an, maka mereka tidak akan bisa didominasi, dan jalan yang harus ditempuh adalah dengan mengambil al-Qur’an tersebut dari mereka atau membuat mereka kehilangan kecintaan terhadap al-Qur’an. Hal itulah yang akhirnya menjadi momentum bagi Said Nursi untuk menjawab ancaman tersebut seraya berkata: “Saya akan membuktikan dan menunjukkan kepada dunia bahwa al-Qur’an adalah matahari yang tidak akan mati dan tidak bisa dimusnahkan!”, maka tidak heran bahwa dalam karya-karyanya Risâlah al-Nûr ataupun dalam al-Lama’ât ini, beliau memenuhi penjelasannya dengan uraian-uraianyang logis dan mengkontekstualisasikannya dengan fenomena kekinian.

Ketika kita membaca al-Lama’at, maka kita akan disuguhkan dengan sebuah buku yang penuh dengan mutiara hikmah yang terpancar dari diri seorang ‘alim yang sufi, penjelasannya menggunakan pendekatan logis akan tetapi didasari dengan kerangka berpikir seorang sufi yang berhati jernih yang dipenuhi kecintaan terhadap Tuhannya. Hal ini tidak lepas dengan kondisi waktu itu bahwa, masyarakat sedang dilanda kekaguman terhadap pemikiran barat dan eropa yang krannya mulai dibuka dengan adanya modernisasi dan sekulerisasi Turki, sehingga masyarakat waktu itu, tidak akan menerima segala sesuatu pemikiran yang tidak masuk akal.

Maka tidak heran jika dalam buku-buku Nursi ataupun al-Lama’at ini, tidaklah dipenuhi dengan dalil-dalil nash secara berjejer, tidak banyak memperdebatkan masalah halal haram secara hukum madzhab, akan tetapi lebih memilih menggunakan penjelasan panjang lebar serta diuraikan dengan pendekatan logis yang berdasarkan dalil-dalil nash untuk dapat lebih memahaminya.

Kondisi masyarakat di penghujung abad 19 serta awal abad 20, adalah masyarakat Islam dimana sedang dilanda kejumudan dalam berpikir, sedangkan Barat datang dengan tantangan modernitas serta progresifitas kemajuan yang serba logis dalam kerangka berpikir mereka. Maka tantangan itu, mulai dijawab oleh para sarjana-sarjana muslim diantaranya di Mesir ada Jamaluddin al-Afghani dengan jurnalnya al-Urwatul Wustqa, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho dengan Tafsir al-Manar-nya serta ada Fazlur Rahman dengan rekonstruksi sistemik terhadap epistemologi keilmuan. Sedangkan di belahan benua Anadolu atau Asia Kecil tepatnya Turki, Said Nursi adalah termasuk penyambut tongkat pembaharuan abad tersebut.

Yang menarik adalah, bahwa dalam karya-karya Said Nursi termasuk dalam al-Lama’at ini, bahwa unsur sejarah yang melekat dalam buku ini akan tetap diusahakan untuk dipertahankan. Misalnya bahwa judul buku ini, dicetak tetap berjudul al-Lama’at dan tidak diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, meskipun jika dilihat dari perspektif pasar serta tujuan komersiil, mungkin para pembeli bisa lebih tertarik jika judul buku diterjemahkan dan dibuat lebih menarik atau bahkan provokatif untuk menarik minat beli para pembaca, akan tetapi hal itu tidak dilakukan.

Begitu juga dengan warna buku yang merah tua, meskipun peresensi belum melakukan penelitian intensif tentang alasan warna merah pada karya-karya Said Nursi, tetapi setidaknya tidak ditemukan Risâlah al-Nûr ataupun al-Lama’at baik di Turki sekalipun selain dalam warna yang sama yaitu merah tua. Kecuali buku-buku kecil yang merupakan penggalan yang diambil dari Risâlah al-Nûr yang kemudian dicetak dengan judul tersendirir serta warna yang lebih variatif.

Aspek sejarah yang melekat dalam buku karya-karya Said Nursi ataupun dalam al-Lama’at ini sangatlah berharga, sehingga kelestariannya akan tetap dijaga dan dipertahankan sebisa mungkin. Jadi kita seperti disuguhi dengan sebuah buku yang isinya sangat berharga dan penting bagi pengetahuan serta penyadaran kita dalam upaya untuk lebih memahami makna setiap ibadah dan ke-Islaman kita, akan tetapi kita juga diberikan serangkaian kisah historis yang melekat dibelakangnya yang tidak kalah berharganya.

Ketika Nursi berada di Istanbul, eksistensi dan kapasitas keilmuannya mulai dikenal masyarakat luas. Dan pada tahun 1910 M. Nursi menuju ke kota Van setelah dia dinyatakan bebas oleh pengadilan. Disana dia mengisi hari-harinya dengan mengajar masyarakat dan membimbing pada kebenaran. Dan disanalah beliau menyusun bukunya al-Munâzarât (merupakan salah satu judul dalam karyanya Saiqâl al-Islâm), yang kemudian diterbitkan di Istanbul pada Tahun 1913 M.

Pada musim dingin tahun 1911 M. Nursi berkunjung ke Syam, di sana dia berkesempatan menyampaikan khutbahnya di Masjid Raya Umawi Damaskus, yang kemudian pidato tersebut dicetak dan diterbitkan dengan judul al-Khutbatu al-Syâmiyyah, berisikan tentang penyakit-penyakit yang melanda umat Islam saat itu serta obatnya. Lima tahun kemudian tepatnya pada tanggal 16 Februari 1916 M. Rusia berupaya menguasai Anatolia dan berhasil menduduki kota Ardarum. Nursi bersama para muridnya turut serta dalam menghadapi tentara Rusia, dan selama dalam pertempuran tersebut Nursi berhasil menyusun tafsirnya Isyârât al-I’jâz Fî Mazhân al-Ijâz, yang penyusunannya dengan cara beliau diktekan kepada muridnya yang bernama Habib di dalam medan peperangan.

Empat tahun berselang, tepatnya pada tanggal 16 Maret 1920 M. ketika Istanbul berada di bawah kekuasaan Inggris, Nursi berhasil menyelesaikan buku yang berjudul al-Khutuwât al-Sitti (enam langkah), berisi refleksi Nursi terhadap kebijakan Inggris dan mengklarifikasi berbagai isu yang berkembang di masyarakat dengan diperkuat dalil yang argumentatif.

Buku Isyârât al-I’jâz Fî Mazhân al-Ijâz, adalah buku pertama yang diterbitkan dalam bahasa Arab. Kemudian pada tahun 1921 M. disusul diterbitkannya buku Qazil Ijâz Fî al-Mantîq. Dan selama beliau di Ankara buku Dzail al-Dzail al-Habbâb dan beberapa bagian dari buku al-Matsnâwî al-‘Arabî al-Nûrî juga berhasil disusun oleh Nursi. Sedangkan karyanya dalam bahasa Turki, al-Sânihât terbit pada tahun 1923 M. dan sebelumnya yaitu pada tahun 1921 M. makalah-makalahnya terbit secara berturut-turut; Rumuz, Isyârât, Tulu’ât, al-Lama’ât, Syuâ’ât, Min Ma’rifah al-Nabi Saw., Nuqtah Min Ma’rifatillâh Jalla Jalâluhu.

Hingga pada tahun 1925 Nursi ditangkap dan dibuang, karena dia dicurigai termasuk dalam golongan Syaikh Said Chiran yang memberontak terhadap pemerintahan Mustafa Kemal waktu itu. Dan Nursi sampai di Barla, yaitu tempat pembuangannya, pada tahun 1926 M. dan di sinilah kemudian menjadi titik balik bagi perjalanan kehidupan Nursi, delapan setengah tahun lamanya beliau berada di sini, dan di sinilah Nursi menulis banyak bagian Risâlah al-Nûr, Barla  menjadi pusat terpancarnya “cahaya keimanan” yang pada waktu itu hendak dipadamkan. Risalah pertama yang beliau susun di Barla adalah Risâlah al-Hasyr, risalah yang membahas tentang hari kiamat dan hari kebangkitan yang akan mengumpulkan semua manusia sejak Adam As. sampai manusia terakhir di suatu tempat yang disebut Mahsyar dengan diilhami oleh al-Asmâ’ al-Husnâ dan disertai dengan penjelasan yang argumentatif serta contoh-contoh yang mudah difaham.

Itu sedikit kronologi tentang penyususanan Risâlah al-Nûrdan sejarah yang melekat dibelakangnya. Meskipun buku ini menyuguhkan dan tetap mempertahankan melekatnya sebuah kaitan sejarah yang terdapat dibelakangnya, akan tetapi buku ini bukan buku sejarah, tetapi buku ini merupakan gambaran bagaimana seorang pemikir menelurkan pemikiran dan pendapatnya sangat terkait dengan sejarah dan kontekstual keadaan waktu tersebut, seakan menyiratkan makna bahwa seorang pemikir hendaknya dapat membaca situasi dan konteks pada masanya, sehingga pemikirannya lebih membumi dan dapat kontekstual dengan apa yang dibutuhkan masyarakat waktu itu.

Al-Lama’ât dalam karya ini memuat 30 risalah tematik yang memuat berbagai macam permasalahan yang menarik, diantaranya kisah munajat Nabi Yûnus dan Nabi Ayyûb serta bagaimana urgensi doa tersebut bagi kita, risalah tentang makrifat pada Allah dan juga tentag konsep Sunnah, didalamnya juga menjelaskan perspektif berpikir Eropa dan bagaimana Nursi menanggapinya, terdapat juga risalah tentang penolakan terhadap kaum Naturalis, pembahasan masalah tasawwuf serta kewalian, pentingnya hijab bagi perempuan, risalah tentang hemat, ikhlas ataupun risalah bagi para lansia, dan juga risalah yang mengupas tentang makna Asmâ’ al-Husnâ serta masih banyak lagi tema yang menarik dalam sub judulnya. Review tentang isi kandungan dari buku al-Lama’at ini, telah dikupas dan dijelaskan secara rinci oleh Prof. Dr. Andi Faisal Bakti dalam sambutan pengantarnya, jadi peresensi merasa tidak perlu untuk mengulangnya.

Sebenarnya buku al-Lama’at ini sudah pernah diterjemahkan dan dicetak dalam bahasa Indonesia dengan judul yang berbeda, akan tetapi karena buku terdahulu merupakan terjemahan dari sumber yang berbahasa Inggris yang nota benenya buku bahasa Inggris tersebut merupakan terjemahan dari bahasa Arab, maka banyak kritik bermunculan karena dirasa terlalu banyak reduksi makna didalamnya serta penerjemahan yang dianggap mulai melenceng, sehingga buku al-Lama’at ini kembali diterbitkan dengan penerjemahan langsung dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, kemudian disunting kembali oleh seorang Turki yang telah menguasai bahasa Indonesia untuk menjaga keontentikan makna yang dikandung.

Akan tetapi dari tujuan diatas ini , proses penerjemahan kedalam bahasa Indonesia akhirnya dirasa terlalu baku dan kaku sehingga kadang ketika kita membacanya akan menemui susunan kalimat serta pemilihan kata yang dirasa kurang tepat dalam kerangka bahasa Indonesia, sehingga hal ini akhirnya menjadi permasalahan baru yang perlu diperhtikan juga. Disamping itu ada satu hal lagi yang menurut peresensi perlu diperbaiki adalah daftar isi dalam buku ini, yang dirasa masih kurang sistematis karena setiap judul ataupun sub judul tidak diberi nomor secara keseluruhan.

Akan tetapi terlepas dari hal dan permasalahan-permasalahan teknis tersebut, buku ini tetap merupakan suatu buku yang sangat layak untuk dibaca bagi siapa saja yang ingin lebih memahami dan merasakan makna dari Ibadahnya itu sendiri serta untuk menambah pengetahuan keIslamnya secara lebih komprehensif.

 

——————————————————————————————————————

* Peresensi adalah peneliti di Nur Semesta Foundation dan mahasiswa jurusan Tafsir, Pasca Sarjana Selcuk University, di Konya Turki.

3 Responses so far.

  1. suhayib says:

    Berapa total harga buku berikut 1. Al maktubat, 2. The letters, 3. The rays, 4. Sirah zatiah

  2. Fahmi says:

    Berapa harga dari buku al-lamaat?
    Dan boleh nggak saya minta wa anda untuk bertanya tanya seputar risale-i-nur

Leave a Reply